Aku bingung akan memulai darimana. Karena, aku rasa bercerita tentang seseorang itu tak ada habisnya. Kalau aku memulai dari namanya, pasti akan timbul pertanyaan “ dia siapa? “. Jadi, tidak kuputuskannuntuk memulai dari sana. Ya, cerita ini saya angkat dari kehidupan nyata danb secara setengah sadar saya tuangkan.
Berawal dari hobiku yang gemar ingin tahu tentang segala hal dan tentunya tak pernah ingin ketinggalan jaman. www.Facebook.com adalah sesuatu yang tabu sehingga membuatku kecanduan saat mengetahuinya, dari sinilah semuanya berawal.
Tahun – tahun pertamaku mengenal jejaringan sosial yang fenomenal ini, membuatku terkesan “ wah “ dikalangan pergaulanku dulu. Bagaimana tidak, pasalnya mereka (baca : teman sebayaku) masih menggunakan cara tradisional dalam menjalin pertemanan. Aku tidak peduli dengan apapun yang dibahas mereka seputar pertemanan ini itu yang berlangsung di daerah regional dan bukan saatnya juga aku hanya mengenal beberapa orang yang belum aku kenal didaerahku. Bagiku, mengenal berbagai karakter manusia di ruang lingkup yang lebih luas adalah sesuatu yang memang harus.
Seperti kebanyakan, aku menghabiskan banyak uang dan waktu untuk ini demi satu kata, “ KEREN ! ” begitu aku melafalkannya. Dan semakin jam bergulir, akupun semakin tak sadar bahwa ini telah menjadi kebutuhan primer dalam hidupku (bukan skunder ataupun pelengkap). Sedikit aneh memang, tapi inilah bukti kalau aku terkena syndrome-nya.
Banyak hal yang aku ketahui disini, mulai tentang politik, ekonomi, social, budaya, cinta, sex, dan juga dalam berteman tentunya. Terdapat terlalu banyak karakter, bahkan terlau berlebihan untuk aku pelajari satu – satu, mulai dari yang kampungan, sombong, tukang pamer, sampai yang selalu patah hatipun ada disini.
Hidup berdampingan didunia maya memang asyik. Dimana sering aku menemui makhluk Anonimus, tapi disana bukanlah masalah buatku karena selama pertemanan masih dalam konteksnya, aku masih bias memberikan timbal balik didalamnya. :)
Sampai suatu hari (aku lupa tepatnya kapan), beberapa nama baru bermunculan dan sedikit mudah untuk diingat. aku menyebutnya AF (nama disamarkan) , seperti yang dia perkenalkan kepadaku langsung. Perawakan Minang yang memiliki postur lumayan tinggi untuk ukuran Indonesia, terlihat agak tidak bersahabat menurutku (dulu).
Aku kurang mempedulikan bagian ini, karena masih banyak yang harus aku lakukan selain mengamati nama – nama baru yang terkesan kurang bersahabat ini. Dan sampai waktunya, sebuah dialog singkat terjadi antara aku dengannya, berbuntut menjadi sedikt akrab, dan bertambah akrab dan AKU MULAI ANEH SENDIRI KENAPA SELALU BERTINGKAH KONYOL DIDEPANNYA ?. ooo, aku rasa agak manusiawi dan terihal wajar saja dari sisi aku.
Jadi, perbincangan yang telah terjadi aku anggap biasa. Tapi, disisi lain aku heran sendiri. Aku dengannya (sering disebut “kita” oleh kebanyakan orang) berujung pada saling tukar – menukar nomor kontak dan saling menyapa di waktu senggang. Aku rasa, sedikit manusia (sekali lagi). Bukankah apa yang aku lakukan itu sangat wajar dan jauh dari yang namanya penyalahgunaan. Tiap harinya aku senang, disamping punya orang baru yang muncul dalam hidupku, aku juga senang karena aku sedikit aneh dengan sikapku. dipendam dalam – dalam selalu jadi jerawat. -,-
Aku membutuhkan waktu yangtepat untuk ini, Tuhan. Terlalu cepat beberapa waktu kalau ini diakui. Dan sepertinya aku telah mendengar suara Tuhan (secara tidak langsung) dan ini belum harus aku utarakan. Well, hari – hari berjalan seperti biasa dimana senin menjadi hari yang menjengkelkan disetiap panggungnya (kurang berhubungan). Aku tetap tidak jenuh – jenuhnya dengan kata “ what do you mind ? “ yang tertera disana. Sebagai pelampiasan, kenapa tak aku isyaratkan saja disini, di dunia anonym.
Aku menulis beberapa kalimat panjang, tapi tidak ada respon. Oke, ini baru awal. Aku coba lagi, lagi dan terus aku tuliskan perasaan hati harianku. Sedikit lega dibuatnya, dan aku rasa aku telah mendapatkan kepuasan tersendiri.
Peristiwa ini terus berulang dan pada akhirnya aku tak tahu mau meneruskan ini atau tidak. Karena, sedikit malas bagiku bercerita panjang lebar. Tapi, kalau tak aku selesaikan ini takkan memiliki ujung. Biarlah, aku sudah biasa dengan sesuatu yang tanpa ujung. Dan disini, aku tidak akan membuka dalam – dalam apa itu yang tak perlu orang tahu. Izinkan aku malas untuk ini. :)