Senin, 07 Februari 2011

CERPEN PERTAMA

Haloo teman - teman pembaca blog yang setia..

terhitung sejak akhir - akhir januari saya belum membuka blog lagi, saya kangen tentunya..
kebetulan kemarin saya iseng - iseng ikut lomba cerpen nih..
maklum, sebagai pemula..
tentunya, ini cerpen perdana saya..
silahkan dibaca dengan seksama yah ? saya harap teman - teman menikmati..


check it !

CINTA ITU BUTA


Rasanya belum lama, tapi membuatku kangen akan segala cerita yang aku jalani beberapa waktu lalu.
Cuaca dingin yang menusuk hingga ke rongga dada membuat pagi ini terasa begitu sempurna seperti pagi – pagi biasa. Kegiatan pagi yang itu – itu saja, berdiam diri menonton televisi sendirian di kosan. Dengan mengotak – atik telepon genggamku, ditemani dengan segelas hangat cappucinno membuat kegiatanku sebagai pengangguran yang malas berkegiatan. Apa rencanaku hari ini ? Aku rasa aku sudah tahu jawabannya, tetap berdiam diri di kosan seperti yang aku lakukan tiap hari. Aku senang berdiam diri di saat libur panjang begini. Tapi, sesekali aku keluar untuk membeli apa saja yang aku butuhkan.
Jam menunjukkan pukul 9.30 AM dan aku tetap tidak bergerak sedikitpun dari kegiatan yang menurut kebanyakan orang sangat membosankan, tapi percayalah bahwa ini adalah aktivitas terkeren yang aku jalani selain kuliah yang menyenangkan.
Terdengar bunyi lagu If It kills me-nya Jason Mraz yang menjadi settingan ringtone handphone-ku. Aku meraihnya dan beberapa detik melihat nama penelepon, Dhani. Dia adalah orang yang dekat denganku sekitar 3 bulan belakangan. Perawakannya tinggi, kulitnya putih, wajahnya cerah, dan sangat baik orangnya. Aku mengumpulkan kekuatan untuk mengangkat panggilan darinya.
“ Haloo.” Sapaku.
“ Iya, sudah sarapan?” tanya suaranya dari balik sana.
“ Oh kebetulan sudah tadi makan roti.” Jawabku singkat dan terkesan agak canggug.
“ Bagus. Anak pinter. Hehehe” katanya.
Hening.
Sekitar beberapa menit kemudian aku kembali bicara.
“ Kamu mau kemana hari ini ?”
“ Dirumah aja.” Jawabnya
Tapi, belum sempat aku bicara, dia berkata kembali. “kamu dikosan aja ? ntar makan siang di luar sama aku yuk ? sekalian ngobrol – ngobrol. Mau ?”
“ hmmmmm. Gimana yah ? boleh deh.” Jawabku ragu.
“ nanti jam setengah 12 aku kesana yah ? bye!”  katanya.
“ Iya. bye! Tuuuuuuuuuuuuuut—“ begitulah aku mengakhiri percakapan.
Aku sedikit bingung bercampur kaget, Dhani mengajakku lunch untuk pertama kalinya dan ini juga menjadi pertemuan pertamaku dengan Dhani. Jujur, aku belum tahu bagaimana sosok fisik Dhani secara langsung, aku hanya mengenal bentuk fisik Dhani dari fotonya saja. Ya, bisa dibilang kami berbincang hanya di dunia maya saja dan baru bisa berjumpa sekarang. Tapi, sepertinya aku sudah cukup jauh mengenal pribadi dia dari mulai tempat kuliah sampai sifat dia yang agak cuek dengan orang.
Tampaknya, Aku harus bersiap – siap karena Dhani telah mengabariku via pesan singkat. Aku masih sedikit bersantai – santai menonton televisi di kamar kosan. Sesekali mengganti – ganti channel televisi.
Handphone-ku bergetar lagi, rupanya si Dhani menelepon lagi. Aku angkat dan dia bersuara.
“ HALO.”
“ Iya. kenapa Dhan?” tanyaku agak heran.
“ Aku udah didepan kosan kamu, cepat keluar. Alamat yang kamu kasih nggak salah kan ?” katanya sedikit bertanya.
“ Iya. Oke, aku keluar. Tuuuuuuuuut—“
Aku langsung saja keluar dan mencari tahu sosok Dhani didepan kosan. Benar saja, aku langsung mengenali dia dan tidak salah lagi. Sedikit terdiam melihat dia dan dicampuri rasa tidak percaya.
“ Kenapa bengong ? Ayo, cepetan. Udah laper kan ? hehehe” dia mengagetkanku.
“ O-oh, iya. aku kunci pintu sebentar.” Jawabku gugup.
Setelah itu, aku dan Dhani langsung menuju tempat makan fast food terdekat. Aku tahu betul kalau makanan siap saji seperti ini kurang baik, tapi sekali – sekali tidak masalah mungkin.
Di perjalanan, aku dan Dhani saling diam. Suasana agaknya hening dan aku mencoba memecahkannya. “ kamu nggak ada kegiatan sekarang – sekarang ini, Dhan?”

Dhani agak sedikit tersentak, “ O-oh, Iya. lagi nggak ada kegiatan aja kebetulan. masih libur aja nih. Kamu sendiri gimana ? oh ya, kamu nggak bosen apa diem terus – terusan di kosan ?”
“ Aku seneng diem di kosan daripada diluar.” Jawabku jujur.
“ Kamu nggak suka jalan?” tanya Dhani sembari menyetir mobil dengan fokus.
“ Kurang suka. tapi, kadang juga suka nggak sadar keluar kosan sendiri pergi ke mall. Padahal nggak tau mau ngapain. Hehehehe” kataku.
“ kok bisa aneh gitu? Nonton film suka?” dia bertanya lagi.
“ Iya. lumayan suka.” jawaban yang singkat, padat, jelas, dan tepat.
Hening.
Dan tidak berapa lama kemudian, aku dan dia sampai, memasuki bangunan itu, dan sesekali bingung untuk memesan makanan. Aku lebih memilih kentucky, sepotong paha bawah ayam, dan secangkir soft drink.
Aku memilih tempat duduk yang terlihat comfort dan langsung menuju kesana. Duduk dan memulai makan dengan khusuk, begitupun Dhani. Tapi, aku merasa ada yang aneh dari Dhani. Sesekali aku mencuri pandang dan mendapati dia fokus melihatku terus – terusan dengan tersenyum kecil. Wajahnya manis memang dan aku malu, wajahku memerah.
“ Kenapa belum disentuh makanannya, Dhan?” tanyaku membiarkan suasana mencair.
“ Nanti. Bentar lagi, masih panas” jawabnya dengan alasan yang kurang masuk akal.
Aku melanjutkan makan dan menghabiskannya. Hari itu, waktu bergulir dengan cepat dan tak terasa malam menjelang. Perbincanganku cukup banyak dengannya. Dia memiliki pikiran – pikiran yang sama denganku. Aku senang, pertemuan pertama menjadi sangat terkesan begini.
Pertemuanku dengannya tidak sampai disitu. Dibeberapa pertemuan selanjutnya, dia mengajakku nonton film. Memang bukan hal yang terkesan wah!, tapi aku sangat menghargai ajakan – ajakannya. Aku sangat senang diperlakukan baik seperti ini dan aku akhir – akhir ini sering memikirkan dia.
Kenapa aku berpikir tentang dia selalu ? tidak, ini salah. Dia itu hanya seorang teman yang sangat baik. Berteman dengannya sudah lebih dari cukup untukku, tapi kenapa dia selalu meracuni otakku dengan setiap gerak – gerik yang dia lakukan dari mulai cara dia melihat sampai cara dia diam.
Aku tidak memperdulikan pikiran aneh itu yang sempat beberapa kali muncul. Aku menganggapnya hanya pikiran – pikiran yang sangat manusia saja.
Tidak terasa, sudah 2 bulan aku bertambah akrab dengannya. Tapi, beberapa minggu ini dia tidak pernah lagi ada. Dia masih sering mengirimkan pesan dan meneleponku. Aku masih beranggapan baik dengannya.
Tapi, hari itu beda. Aku membuka facebook-ku dan melihat status – statusnya yang amat aneh. Aku segera mengambil handphone-ku dan mencari – cari nomor kontaknya lalu lekas meneleponnya.
“ Halo.”
“ Halo, Dhani. Status kamu kenapa itu ?” tanyaku to do point.
“ Status? Status yang mana? Aku baik – baik aja kok.” Jawabnya dengan sedikit gurauan.
“ Kamu pasti bohong. Jujur aja sama aku lah. Jangan ada yang di tutup – tutupin.”
“ Aku nggak apa - apa kok” katanya tanpa ada jawaban yang sangat beralasan.
“ Ya sudahlah, kamu tetep nutup – nutupin masalah kamu. Aku juga mungkin nggak punya hak atas hidup kamu, bukan?” sedikit kecewa dengannya.
“ Aku nggak ingin orang lain iba dengan ini, aku nggak ingin.” Katanya dengan nada bimbang.
“ apa aku pernah bersikap iba ke kamu?” tanyaku serius.
Hening.
“ Tentunya tidak, kan? Jadi. Cobalah untuk terbuka denganku, Dhan.” Sambungku.
“ Oke. Aku harap kamu nggak kaget dan setelah ini aku yakin banget kamu pasti berubah ke aku.” Jawab Dhani dengan nada agak pasrah.
Hening kembali.
“ Sebenernya, sudah beberapa bulan belakangan kondisiku kurang sehat. Aku selalu membantah kalau dicegah keluar rumah, padahal alasan mama papa sangat jelas masuk akal. Tapi, aku mengabaikannya. Aku sakit jantung dan kemungkinan minggu depan aku mau dibawa operasi ke luar kota.” Jelasnya panjang lebar dan sedikit membuatku kaget.
“ Kenapa nggak pernah cerita hayo? Aku kan nggak bakal ngetawain ataupun sebagainya setelah kamu cerita, Dhan.” Kata – kataku amat sangat jujur ku lontarkan.
“ Aku takut. Takut kamu berubah aja. Soalnya, sejauh ini kamu memang yang selalu menganggap aku seadanya. Kamu juga yang mengajarkan aku akan arti ketulusan. Kamu segalanya. Kamu tahu ? setiap hari aku selalu berdoa supaya tuhan terus mempertemukan kita lagi.” Dia berbicara panjang lebar soal ini.
Hari demi hari berjalan sesuai dengan alurnya dan sampai tiba saatnya Dhani memang harus di operasi. Pagi – pagi sekali, sebelum aku bangun dia telah meneleponku dan rupanya mailbox. Aku dengar pesan suaranya.
“ Selamat Pagi! Pasti belum bangun yah ? hehehehe. Aku cuma mau kasih tahu kalo hari ini aku berangkat dan kamu jaga diri yah disana ? oh ya, doain aku! Aku sangat berharap banyak doa darimu—” itu masih berlanjut panjang lebar dia bicara.
Tapi, ada bagian voice mail-nya yang sangat membuatku miris. “ terakhir, kalo kamu nggak dapet kabar akhir bulan ini. Berarti aku udah ada disisi-Nya. Salam sayang, Dhani. Tuuuuuuut—” Suaranya terdengar sangat ikhlas pada bagian akhir pesannya.
Beberapa hari aku tunggu kabarnya dan sampai akhirnya sebelum akhir bulan, aku telah mendapati kabarnya sudah tidak ada.
Inalilahi wa inalilahi rojiun sembari mengucap istighfar terus menerus. Ini rasanya cuma mimpi buruk. Aku harus bangun ! tapi, ternyata memang kenyataan. Dhani meninggal, dia sudah tenang disana. Ikhlas atau tidak ikhlas, aku harus ikhlas dengan ini. Orang baik seperti dia akan mendapat balasan dari tuhan. Amin
Dan agaknya, aku sudah bisa menjawab. Aku juga memang mencintai Dhani. Walau ini diluar konteks tuhan, aku tahu betul Dhani memang selalu nyaman apabila didekatku dulu. Dhani merasa sangat senang. Dhani, memang mencintai seorang Farel, remaja laki - laki biasa yang bukan apa – apa seperti ini, begitupun aku padanya. Bagaimanapun, Walau ini sebuah disorientasi cinta antara aku dan Dhani, aku tidak pernah peduli.
****
Disecarik kertas, Aku menuliskan beberapa kalimat dan sangat berharap Dhani hadir lagi dan membacanya :
Aku duduk diam di bawah tempat yang bertaburan bintang malam, kemudian berdoa untukmu dan sesekali melihat ke langit untuk mencari bintang yang paling terang. Aku menemukan itu, aku percaya itu kamu, Dhani.

Yang terkasih, Farel. **